Thursday, May 21, 2009

Ikhtiar


Satu waktu, sudah lama sekali
seseorang berkata dengan wajah sendu
“Alangkah beratnya.. Alangkah banyak rintangan..
Alangkah berbilang sandungan.. Alangkah rumitnya..”

Aku bertanya, “lalu?”
Dia menatapku dalam-dalam, lalu menunduk
“Apakah sebaiknya kuhentikan saja ikhtiar ini?”
“Hanya karena itu kau menyerah kawan?”
Aku bertanya meski tak begitu yakin apakah aku sanggup
Menghadapi selaksa badai ujian dalam ikhtiar seperti dialaminya

“Yah.. bagaimana lagi? tidakkah semua hadangan ini pertanda bahwa
Allah tak meridhainya?”

Aku membersamanya menghela nafas panjang
Lalu bertanya, “Andai Muhammad, shallallahu ‘alaihi wa sallam berfikir
sebagaimana engkau menalar, akan adakah Islam di muka bumi?”
“Maksudmu akhi?”, ia terbelalak

“Ya, andai Muhammad berfikir bahwa banyak kesulitan
berarti tak diridhai Allah, bukankah ia akan berhenti di awal-awal risalah?”

Ada banyak titik sepertimu saat ini,
Saat Muhammad bisa mempertimbangkan untuk menghentikan ikhtiar
Mungkin pada saat dalam ruku’nya ia dijerat di bagian leher
Mungkin saat ia sujud lalu kepalanya disiram isi perut unta
Mungkin saat ia bangkit dari duduk lalu dahinya disambar batu
Mungkin saat ia dikatai gila, penyair, dukun, dan tukang sihir
Mungkin saat ia dan keluarga diboikot total di syi’b Abi Thalib
Mungkin saat ia saksikan sahabat-sahabatnya disiksa di depan
mata
atau saat paman terkasih dan isteri tersayang berpulang
atau justru saat dunia ditawarkan padanya; tahta, harta, wanita..”

“Jika Muhammad berfikir sebagaimana engkau menalar,
tidakkah ia punya banyak saat untuk memilih berhenti?
tapi Muhammad tahu, kawan..
Ridha Allah tak terletak pada sulit atau mudahnya
berat atau ringannya, bahagia atau deritanya
senyum atau lukanya, tawa atau tangisnya”

“Ridha Allah terletak pada apakah kita mentaatiNya
dalam menghadapi semua itu,
apakah kita berjalan dengan menjaga perintah dan larangNya
dalam semua keadaan dan ikhtiar yang kita lakukan..”


Beautifully written by Salim A. Fillah

Wednesday, May 13, 2009

Sang Kancil yang Cerdik

Pernahkah anda mendengar tentang cerita si kancil pada masa kecil dulu? Mungkin kita semua pernah mendengar cerita tersebut. Salah satu cerita si kancil yang pernah diceritakan kepada saya adalah Si kancil dan Si Gajah. Let me remind you how the story was. Singkatnya begini.. Pada suatu hari (wajib dimulai dengan kata-kata ini), seekor kancil terperosok kedalam lubang yang sangat besar dan dalam. Sudah berulang kali dicobanya untuk keluar dari lubang tersebut, tapi tetap saja tidak berhasil. Tak lama kemudian ia mendengar suara gajah, Langsung saja dia berteriak-teriak memanggil si gajah. Sang gajah yang mendengar teriakan si kancil terus mendekati sumber suara yang memanggilnya. Gajah pun berlari mendekati lubang tempat si kancil terperosok. Kemudian si gajah bertanya kepada si kancil kenapa ia berada di lubang itu. Dengan cerdiknya si kancil berkata bahwa didalam lubang itu terdapat banyak sekali makanan yang lezat-lezat. Si gajah terpengaruh dan masuk kedalam lubang. Begitu gajah berada didalam lubang, si kancil dengan serta-merta melompat ke atas punggung si gajah dan berhasil keluar dari lubang.


Dulu, sewaktu saya kecil, saya merasa bahwa kancil adalah hewan yang sangat cerdik. Sampai sekarang pun kalau ada teman saya yang cerdik dan lincah, saya teringat akan si kancil. Dulu saya ditekankan bahwa kita harus seperti kancil, yang walaupun badannya kecil tapi dia bisa menipu hewan lain yang lebih besar misalnya gajah, buaya, singa, dll. Tidak perlu berbadan besar untuk menang, yang penting kita harus lebih pintar dari yang lain. Emmm.. Benar juga kan?

Tapi pernahkah kita melanjutkan cerita diatas yang kelihatannya sudah selesai? Apa yang akan terjadi terhadap si gajah? Bagaimana perasaannya setelah tahu bahwa dia ditipu? Siapa yang akan menolongnya keluar dari lubang? Dan yang lebih menarik lagi, bagaimana jika kita memodifikasi ceritanya agar nilai moral dari cerita ini menjadi lebih kaya. Misalnya, si kancil bisa meminta tolong kepada gajah untuk mengeluarkan dia dari lubang itu.

Jika kita baca cerita asli si kancil dan si gajah, kita tahu bahwa kancil adalah hewan licik yang mampu melakukan apa saja untuk kepentingannya. Dia menipu dan juga mengorbankan hewan lain untuk mencapai tujuannya.

Kesan ini juga terlihat pada cerita Si Kancil Pencuri Ketimun atau Si Kancil dan Pak Tani. Dengan akal cerdiknya ia mengorbankan si anjing yang dituduh mencuri ketimun. Padahal si kancil pelakunya! Akhirnya si anjing yang terkena hukuman, sementara si kancil bebas dan tidak diganjar dengan apapun hukuman.

Dalam kehidupan nyata, tahulah kita bahwa kancil mewakili golongan manipulatif yang berada disekitar kita. Dan secara tidak sadar, kita telah mengajarkan anak-anak kita dengan sikap tak terpuji tersebut. Bahwa menipu itu boleh, mencuri tidak dilarang asalkan pandai berkelit, menghalalkan segala cara juga diizinkan, mengorbankan orang lain pun sah-sah saja. Secara tak sadar pula kita telah membangun mental yang rapuh terhadap anak-anak, kurangnya sportifitas dan sama sekali meniadakan kerjasama.

Makanyaaa.. Pilihlah cerita-cerita yang baik untuk anak-anak. Cerita rakyat memang pilihan utama sebagai sarana pembelajaran anak, tetapi pilihlah cerita rakyat yang benar-benar mengedepankan nilai-nilai luhur dan membantu anak untuk menjadi orang yang baik dan berguna terhadap orang lain.


PS: Lagian dengan menceritakan bahwa kancil itu licik, kita akan menciptakan image yang jelek terhadap kancil yang sebenarnya. Padahal kancil itu aslinya kan lucu.. Kasihan kancil..


Tuesday, May 12, 2009

Rekreasi Murah Meriah

Siang ini sudah mau tengah hari, tapi semangat buat masak makan siang belum ada. Panasnya itu loo, gak tanggug-tanggung. Gerrrrah..! Jadinya kami putuskan buat makan diluar. Lagian rasanya sudah lama sekali nggak makan ayam goreng madu khas kedai mamak.

Sampai di kedai mamak ya langsung saja ambil nasi dan ayam goreng madu, minumnya tea o' ice limau. Sementara Mr.D dan Mr.A melahap mi goreng mamak yang sarat bumbu dengan perasan jeruk kesturi, mantap!! Haus dan lapar sudah jadi satu, gak tau mana yang lebih dominan. Setelah menengguk segelas tea o, tetap aja haus. Pesan minum lagi berkali-kali (hiperbola!). Akhirnya karena kami memang betul-betul kepanasan, jadinya kami putuskan untuk mandi di sungai dekat rumah. Ulu Yam nama sungainya. Airnya jernih dan suejjjuk!

Setelah shalat zuhur dan kemas-kemas baju, kami berangkat. Singgah dulu dikedai terdekat untuk membeli cemilan dan mengisi cooler box dengan minuman-minuman ringan. Selanjutnya, tembak langsung ke tujuan!!!

Beberapa moment yang terekam..





Monday, May 11, 2009

Gulai Daun Singkong Blender :)



Pertama kalinya membuat gulai daun ubi tumbuk sendiri. Biasanya dibuatin, tinggal makan. Maklumlah, setelah berumahtangga katanya harus mandiri.

Resep aslinya saya dapat dari sini, tapi berhubung kami belum punya tumbukan, so inisiatifnya ya pakai blender. Mudah-mudahan ini bermanfaat ya, buat yang gak punya tumbukan. Ternyata pakai blender bisa kok! Setelah daun singkong dibersihkan, lalu diremas-remas sambil dikoyak-koyak. Analoginya mungkin seperti orang putus cinta yang merobek-robek foto pacarnya :) Setelah itu diblender, tapi jangan terlalu lama. Sebentaaaaar saja, kira-kira 2 detik, 3-5 kali saja.

Berhubung karena disini gak ada tekokak, jadinya tekokak gak dipakai. Ikan teri medan juga gak ada (dipasar ada, tapi kebetulan dirumah gak ada), sooo diganti dengan udang kering ebi. Santan kelapa juga dari yang kemasan, 1 kotak santan dibuat dari 2 kelapa, maka pakai setengahnya saja.

Cara masaknya sama persis seperti resep sebenarnya. Hasilnya? Mmmmm.. Ennaaak.. Rasanya seperti makan dikampung halaman. Orang bilang masakannya orang rumah :)

Sunday, May 10, 2009

Pembicaraan Warung Kopi



Salah satu fenomena yang sangat kentara adalah banyaknya pembicaraan mengenai krisis ekonomi, tentang perusahaan yang gulung tikar, pekerja-pekerja yang dirumahkan, inflasi, dan banyak cerita lain. Ini terjadi dimana-mana, di media cetak, media elektronik, di pasar, kedai mamak (rumah makan kepunyaan India muslim), bahkan di warung kopi! Emmm.. Kalau yang ini sih tak usah heran ya, secarrraaa... semua (yang mengaku ahli) kumpul membahas setiap kejadian. Politik, olahraga, ekonomi, fashion, teknologi, dan banyak bidang lainnya dibahas disini. Anak istri? gak tau deh gimana. Karena berdasarkan pengamatan saya pada warung kopi deket rumah, warga warung kopi bisa seharian nangkring dengan ditemani segelas kopi dan beberapa potong gorengan.

Seorang ekonom lokal mengatakan bahwa krisis ekonomi yang terjadi saat ini merupakan krisis yang lebih parah daripada yang terjadi pada akhir 1920-an.

Saya jadi teringat tentang percakapan saya dengan seorang nenek disebelah rumah tempat tinggal saya dulu. Beliau sudah tua sekali, masa kecilnya juga di sekitar tahun yang sama. Beliau menceritakan bagaimana sederhananya hidup di malaysia ini pada zaman dulu. Untuk makan hanya perlu sedikit uang, bahkan kadang tidak perlu sama sekali, Karena beras dihasilkan dari sawah sendiri, gula masih dihasilkan dari tebu, ikan bisa dicari diparit atau disungai, ayam dan itik sudah tersedia dipekarangan, dan sayur-sayuran masih banyak dihutan.

Untuk kendaraan, jangankan mobil, sepeda pun sudah termasuk barang mewah. Kendaraan utama selain tapak kaki sendiri, adalah sampan atau perahu. Tidak ada highway, tidak perlu bayar parkir. Masa kecil si nenek tidak mengenal istilah uang jajan, tidak ada ongkos buat angkot, dan tidak ada buku teks karena tidak ada kurikulum. Guru mengaji atau guru silat masih bisa dibayar dengan jengkol atau pisang kepok dari ladang.

Pada masa itu, minum kopi di cafe juga belum jadi budaya. Jika ingin berkumpul dengan teman-teman, silahkan datang kerumah. Tuan rumah akan menyediakan makanan ringan dan kopi panas yang membuat suasana semakin hangat

Belum ada tagihan internet, tagihan listrik, apalagi tagihan Astro. Tidak perlu celingak celinguk kana kiri sebelum menjawab handphone yang berdering (malu diejekin temannya yang mengatakan handphonenya mirip sabun cap telepon). Karena kemudahan-kemudahan itu juga belum ada. Tidak ada shopping mall dan sekutunya. Kalau mau belanja biasanya cuma pergi ke warung terdekat. Warung si Kolok atau warung makcik Din.

Maintenance diri juga tidak terlalu ribet. Tidak ada facial, spa, manicure-pedicure. Paling top juga pakai bedak dingin.

Apabila saya menghayalkan diri saya berada di masa kecil si nenek, saya tidak habis pikir. Bagaimana hampir semua orang yang saya jumpai mengeluh tentang keadaan sekarang. Supir taksi, pegawai restoran, bahkan artis pun ikut mengeluh. Supir taksi mengeluh kalau setorannya sudah naik sementara argo masih sama, tapi sepanjang perjalanan rokoknya tidak berhenti. Pegawai restoran mengeluh karena uang sewa rumah naik 50 ringgit, tapi handphone yang tergantung dilehernya keluaran terbaru dengan fitur lengkap. Artis juga ikut-ikutan mengeluh karena biaya hidup semakin mahal, padahal wawancaranya dilakukan di Starbuck (kebetulan lepak dengan member, katanya). Bagaimana dengan pelanggan tetap warung kopi? Mengeluh jugakah? Tetteeeuup..

Dengan mengingat kembali kehidupan masa lalu, bukan berarti kita harus kembali bergaya hidup seperti orang dulu, tidak perlu mobil, handphone, internet, dll. Engggaaakk.. Hanya saja dengan kemudahan-kenudahan yang tersedia, kita harus bisa menerima konsekwensinya dengan membayar tagihan. Kalau memang tidak sanggup membayar tagihan internet ya tidak perlu instalasi internet. Pada saat berbelanja usahakanlah konsentrasi dengan barang-barang yang memang kita butuhkan. Sering kali pada saat berada di shopping mall kita merasa kita sangat memerlukan benda yang terpampang di etalase, padahal setelah dibeli dan sampai di rumah, kita baru sadar karena ternyata fungsi benda itu bisa diganti dengan benda lain yang kita sudah punya. Lebih baik jika kita atur kembali standart hidup kita. Jangan hanya karena sekedar gengsi, kita pergi ke cafe mahal hanya untuk secangkir kopi. Kalau memang sanggup sih menurut saya tidak masalah, itukan hak mereka kemana mereka ingin menghabiskan uangnya. Tapi kalau tidak sanggup, ya lebih baik tidak usah memaksakan diri.

Benahi hidup dan perbaiki sikap..