Sunday, May 10, 2009

Pembicaraan Warung Kopi



Salah satu fenomena yang sangat kentara adalah banyaknya pembicaraan mengenai krisis ekonomi, tentang perusahaan yang gulung tikar, pekerja-pekerja yang dirumahkan, inflasi, dan banyak cerita lain. Ini terjadi dimana-mana, di media cetak, media elektronik, di pasar, kedai mamak (rumah makan kepunyaan India muslim), bahkan di warung kopi! Emmm.. Kalau yang ini sih tak usah heran ya, secarrraaa... semua (yang mengaku ahli) kumpul membahas setiap kejadian. Politik, olahraga, ekonomi, fashion, teknologi, dan banyak bidang lainnya dibahas disini. Anak istri? gak tau deh gimana. Karena berdasarkan pengamatan saya pada warung kopi deket rumah, warga warung kopi bisa seharian nangkring dengan ditemani segelas kopi dan beberapa potong gorengan.

Seorang ekonom lokal mengatakan bahwa krisis ekonomi yang terjadi saat ini merupakan krisis yang lebih parah daripada yang terjadi pada akhir 1920-an.

Saya jadi teringat tentang percakapan saya dengan seorang nenek disebelah rumah tempat tinggal saya dulu. Beliau sudah tua sekali, masa kecilnya juga di sekitar tahun yang sama. Beliau menceritakan bagaimana sederhananya hidup di malaysia ini pada zaman dulu. Untuk makan hanya perlu sedikit uang, bahkan kadang tidak perlu sama sekali, Karena beras dihasilkan dari sawah sendiri, gula masih dihasilkan dari tebu, ikan bisa dicari diparit atau disungai, ayam dan itik sudah tersedia dipekarangan, dan sayur-sayuran masih banyak dihutan.

Untuk kendaraan, jangankan mobil, sepeda pun sudah termasuk barang mewah. Kendaraan utama selain tapak kaki sendiri, adalah sampan atau perahu. Tidak ada highway, tidak perlu bayar parkir. Masa kecil si nenek tidak mengenal istilah uang jajan, tidak ada ongkos buat angkot, dan tidak ada buku teks karena tidak ada kurikulum. Guru mengaji atau guru silat masih bisa dibayar dengan jengkol atau pisang kepok dari ladang.

Pada masa itu, minum kopi di cafe juga belum jadi budaya. Jika ingin berkumpul dengan teman-teman, silahkan datang kerumah. Tuan rumah akan menyediakan makanan ringan dan kopi panas yang membuat suasana semakin hangat

Belum ada tagihan internet, tagihan listrik, apalagi tagihan Astro. Tidak perlu celingak celinguk kana kiri sebelum menjawab handphone yang berdering (malu diejekin temannya yang mengatakan handphonenya mirip sabun cap telepon). Karena kemudahan-kemudahan itu juga belum ada. Tidak ada shopping mall dan sekutunya. Kalau mau belanja biasanya cuma pergi ke warung terdekat. Warung si Kolok atau warung makcik Din.

Maintenance diri juga tidak terlalu ribet. Tidak ada facial, spa, manicure-pedicure. Paling top juga pakai bedak dingin.

Apabila saya menghayalkan diri saya berada di masa kecil si nenek, saya tidak habis pikir. Bagaimana hampir semua orang yang saya jumpai mengeluh tentang keadaan sekarang. Supir taksi, pegawai restoran, bahkan artis pun ikut mengeluh. Supir taksi mengeluh kalau setorannya sudah naik sementara argo masih sama, tapi sepanjang perjalanan rokoknya tidak berhenti. Pegawai restoran mengeluh karena uang sewa rumah naik 50 ringgit, tapi handphone yang tergantung dilehernya keluaran terbaru dengan fitur lengkap. Artis juga ikut-ikutan mengeluh karena biaya hidup semakin mahal, padahal wawancaranya dilakukan di Starbuck (kebetulan lepak dengan member, katanya). Bagaimana dengan pelanggan tetap warung kopi? Mengeluh jugakah? Tetteeeuup..

Dengan mengingat kembali kehidupan masa lalu, bukan berarti kita harus kembali bergaya hidup seperti orang dulu, tidak perlu mobil, handphone, internet, dll. Engggaaakk.. Hanya saja dengan kemudahan-kenudahan yang tersedia, kita harus bisa menerima konsekwensinya dengan membayar tagihan. Kalau memang tidak sanggup membayar tagihan internet ya tidak perlu instalasi internet. Pada saat berbelanja usahakanlah konsentrasi dengan barang-barang yang memang kita butuhkan. Sering kali pada saat berada di shopping mall kita merasa kita sangat memerlukan benda yang terpampang di etalase, padahal setelah dibeli dan sampai di rumah, kita baru sadar karena ternyata fungsi benda itu bisa diganti dengan benda lain yang kita sudah punya. Lebih baik jika kita atur kembali standart hidup kita. Jangan hanya karena sekedar gengsi, kita pergi ke cafe mahal hanya untuk secangkir kopi. Kalau memang sanggup sih menurut saya tidak masalah, itukan hak mereka kemana mereka ingin menghabiskan uangnya. Tapi kalau tidak sanggup, ya lebih baik tidak usah memaksakan diri.

Benahi hidup dan perbaiki sikap..

1 comments:

HARONI DHR said...

Asik.. ngeblog.
Assalam..
kopi memang enak. tapi lebih enak minuman bersoda.
sayangnya ga aboleh banyak2. supaya ga berlebihan.

keep memosting postingan supaya post2 yang belum diposting berisi beraneka ragam posting-posting yang menarik..